Tindakan majelis sinode XIX terkait penjualan tanah seluas 2,1 hektare yang terletak di Jl Merdeka Timur 10, Jakarta Pusat, dipertanyakan oleh konsistorium tim warga Peduli Gereja GPIB. Lahan milik gereja yang merupakan situs cagar budaya itu dijual dengan harga murah, yakni hanya senilai Rp 3,7 juta per meter persegi.
Menurut Konsistorium Tim Warga Gereja Peduli GPIB Rohadi Sutisna harga lahan tersebut tidakmasuk akal. "Harga lahan senilai Rp 3,7 juta per meter di kawasan ring satu Istana Negara saya kira tidak masuk akal. Ada sesuatu yang aneh dalam penjualan lahan itu dan jelas menyalahi aturan," ujarnys dalam konferensi pers di Jl Kramat 5 No 28, Jakarta Pusat, Selasa (3/12).
Menurutnya pada saat pelepasan aset antara GPIB dengan TNI Angkatan Darat (AD) tanggal 25 Juli 2013, pihak TNI AD menyampaikan bahwa pembayaran sebesar Rp 78.080.241.406 sudah ditransfer ke rekening Majelis Sinode XIX GPIB di BRI. Namun, pembayaran pembelian tanah Situs Cagar Budaya GPIB Immanuel tidak bersumber dari APBN.
"Pembayaran dilakukan oleh PT Palace Hotel (Swasta). Kalau memang lahan itu untuk kepentingan negara mungkin kami dapat memaklumi dan tentunya dengan harga sepadan. Kalau untuk kepentingan swasta warga gereja sangat tidak setuju," tegasnya.
Atas transaksi perjualan aset tersebut, konsistorium mendesak fungsionaris Majelis Sinode XIX GPIB untuk mengkaji ulang penjualan aset gereja itu. Selain itu, harga tanah yang dinilai terlalu murah.
"Logika publik juga tahu apa mungkin tanah di ring satu dijual Rp 3,7 juta per meter persegi. Saya tidak mau menyebutkan berapa harga yang layak untuk aset itu tetapi saya kira bisa lima kali lipat bahkan lebih dari harga itu," tambah Alex Umboh, juru bicara konsistorium GPIB.